Jumat, 15 Februari 2013

Kontes blog Karo

Kapan?
            Sekarang telah memasuki bulan kedua saat pembicaraan dan kesepahaman tentang pengadaan kontes blog bagi para bloger yang menaruh perhatian serta minatnya kepada budaya Karo, namun hingga sampai pada detik ini kepenitiaanpun belum terbentuk. Mengapa demikian?

            Ada beberapa kalangan berpendapat kalau kontes yang seperti ini nantinya tidak akan memberi keuntungan bagi budaya Karo dan hanya sebagai ajang menghabiskan uang saja, atau singkatnya pemborosan! Benarkah tidak akan memberi untung kepada budaya Karo dan hanya pemborosan? Bosan untuk memberi penjelasan! Cuma, satu hal… jangan mengeluh jika generasi muda Karo dan yang bukan Karo namun memberi berminat kepada budaya Karo malah lebih mengenal dan menggemari budaya lain, sebut saja suku tetanggga Toba. Seperti contoh! Generasi muda Karo lebih senang memakai dan mengakui tradisi dari Toba, sedangkan di Karo sendiri memiliki tradisi-tradisi yang beragam. Namun, mengapa generasi Karo lebih senang dan lebih mengakui tradisi dari suku yang lain? Bahkan, sarjana dan penulis-penulis Karo, baik buku, tabloid, website, blog, dan media lainnya lebih menyenangi dan lebih mengerti tradisi dari suku bangsa seberang. Hal ini tidak lain karena setiap hari mereka terbiasa disuguhkan tradisi-tradisi dari suku tetangga ketimbang tradisi leluhurnya sendiri, baik yang mereka serap dari media elektronik, cetak, maupun internet.

            Sekarang! Muncul sebuah gagasan untuk membuat kontes blog Karo, dimana para bloger dipacu untuk menulis pada halaman mereka tentang tradisi Karo tersebut. Ini sebuah kesempatan agar Karo itu lebih banyak dikeperkenalkan didunia maya. Ingat sebahagian besar interaksi manusia sekarang didunia maya.  Menguntungkan atau tidaknya bagi budaya Karo itu, silahkan nilai sendiri.

Kamis, 14 Februari 2013

Sora Mido

Sora Mido(Suara Kesedihan), merupakan ungkapan kesedihan ataupu ratapan karena peperangan yang menimbulkan banyak korban harta, benda, dan jiwa. Lagu ini menggambarkan totalitas masyarakat Karo dalam berperang mempertahankan harga diri dan wilayahnya, dimana sejarah mencatat bahwa hampir seluruh wilayah Taneh Karo Simalem dibumi-hanguskan agar serdadu Belanda tidak dapat mempergunakan fasilitas apapun untuk menunjang administrasi dan pertahanannya di Taneh Karo(Dalan catatan sejarah Drs. Teridah Bangun, pada agresi Belanda I tahun 1947 banyak kuta (kampung) yag dibumi-hanguskan supaya tidak dapat dipergunakan oleh penjajah. Terdapat 53 kuta yang dibumihanguskan di Tanah Karo, yakni: 1. Jumaraja (Cintarayat); 2. Keling; 3. Payung; 4. Berastepu; 5. Batukarang; 6. Sarinembah; 7. Perbesi; 8. Kuala; 9. Kutabangun; 10. Pergendangen; 11. Keriahen; 12. Singgamanik; 13. Kinepen; 14. Munthe; 15. Suka; 16. Rumah Kabanjahe; 17. Kota Kabanjahe; 18. Berastagi; 19. Kacaribu; 20. Kandibata; 21. Lau Baleng; 22. Susuk; 23. Tiganderket. 24. Kuta Buluh; 25. Tanjung; 26. Gurukinayan; 27. Selandi 28. Kidupen; 29. Gunungmanukpa; 30. Toraja; 31. Silakkar; 32. Rajatengah; 33. Tigabinanga; 34. Ajinembah; 35. Tiga Panah; 36. Barus Jahe; 37. Tigajumpa; 38. Merek; 39. Tengging; 40. Garingging; 41. Ergaji; 42. Barung Kersap; 43. Tanjung Beringin; 44. Naman; 45. Sukadebi; 46. Kutatengah; 47. Sigarang-garang; 48. Ndeskati; 49. Gamber; 50. Gruhguh; 51. Sukajulu; 52. Kuta Lepar; dan 53. Mbang Sibabi. Kemudian rakyat Karo mengungsi ke Tanah Pakpak Dairi dan Tanah Alas di Aceh. Setelah perjanjian Renville Januari 1948 baru mereka kembali ke kampungnya masing-masing.)

Lagu dengan melodi yang liris dan syahdu yang sangat tergambar kesedihan dan kepiluan didalamnya, ditambah penjelasan dari syairnya yang menggambarkan kekejaman peperangan, sehingga dibait-bait akhirnya ada terselip pesan bagi para sinatang layar-layar(pemegang bendera, maksudnya: bendera lambang negara yang berdaulat, sehingga sinatang layar-layar merujuk kepada orang-orang yang memegang kedaulatan atau sederhananya pemerintah yang berkuasa) jangan melupakan kegetiran masa perang dan agar menghormati jasa-jasa pejuang dan keluarganya yang telah berkorban, sehingga kelak tidak adalagi peperangan dan generasi berikutnya mampu menghargai jasa perjuangan bangsanya dan membawa bangsa Indonesia ini ke perubahan yang terus semakin baik. Berikut syair dari lagu Sora Mido, karya Djaga Depari.

Sora Mido
Terbegi sora bulung-bulung erdeso
I babo makam pahlawan silino
Bangunna serko medodo
Cawir cere sorana mido-idom
Cawir cere sorana mido-idom

Terawih dipul meseng kutanta ndube
Iluh silumang ras simbalu-mbalu erdire-dire
Sora ndehereng erperenge-renge ate
Kinata ngayak-ngayak medeka ndube
Kinata ngayak merdeka ndebe

Emakana tangarlah si’ncikep layar-layar
Ola kam merangap, turang dingen ola kena erjagar-jagar
Kesah ras dareh kel ndube tukurna merdekanta enda
Ola lasamken pengorbanen bangsanta
Ola lasamken kahulna bangsanta

Enggo kap megara lau lawit ban dareh simbisanta
Enggo megersing lau paya-paya ban iluh tangista
Enggo kap gelap langit perbahan cimber meseng kutanta ndube
Kinata ngayak-ngayak medeka kita
Kinata ngayak-ngayak merdeka kita

Tegu min dage temanta si’nggo cempang
Didong doahken anak sitading melumang
Keleng ras dame ateta sada karang
Em pertangisen kalak lawes erjuang
Em pertangisen kalak lawes erjuang


Terbegi sora bulung-bulung erdeso
Cawir cere sorana mido-idom
Cawir cere sorana mido-idom







I juma I padang sambo


         Kata Padang Sambo dalah tradisi Karo sering dipakai untuk menunjukkan sebuah lokasi/tempat kegiatan untuk mencari nafkah, bisa berupa laut(nelayan), juma-juam(ladang: petani), tiga/pajak(pasar: pedagang), dlsb.


            Adapun lagu I juma-juma I padang sambo ini menceritakan kegetiran dimasa perang, dimana beru Indonesia(putri Indonesia) bukan saja ikut serta secara langsung ke medan perang apakah sebagai tenaga medis, logistik, ataupun ikut serta mengangkat senjata, akan tetapi ada hal yang tak kalah penting, dima kaum wanita ini juga bertanggung jawab dalam membesarkan, merawat, serta memenuhi segala kebutuhan keluarga saat suaminya ataupun ayahnya pergi ke medan perang.  Berikut syair dari lagu I juma-juma I padang sambo, karya: Djaga Depari.

Seh kel bergehna bage I tengah juma
Rikut udanna pe gembura
Wari si ben pe bage ‘nggo ndabuh ku gelapna
I juma-juma I padang sambo
Doah-doah kudidong o, turang la megogo
E(i) karaben I padang sambo

Ola kel tangis, turang gelah kena mehuli
Nde lenga gia bapanta mulih
Ibas tugasna nari si la erlatih-latih
Engkawali rakyat si la erpilih
Doah-doah kudidong o, turang la megogo
E(i) karaben i padang sambo

Tangiska turang singuda ari
Terbapa-bapa la erngadi-ngadi
Mejuah-juah gelah bapata agi
Mulih me pagi mbaba berita simehuli

I juma-juma I padang sambo
Doah kudidong o, turang la mego-go

 




Erkata Bedil

Erkata Bedil adala salah satu lagu perjuangan Karo(dalam cakap/bahasa Karo), karya komponis nusantara Djaga Sembring Depari(Djaga Depari) asal Desa Seberaya, Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Jika kita terjemahkan kedalam bahasa Indonesia, Erkata Bedil mengandung artian “bunyi/dentuman senjata”. Erkata Bedil i kuta Medan(dentuman/bunyi senjata di kota Medan)adalah kalimat pembuka dari syair lagu ini serta di baris kedua dilanjutkan dengan kalimat Ngataken kami maju ngelawan(sebagai pertanda(panggilan) bagi kami untuk maju melawan). Itulah dua baris kalimat pada bait pembuka(pertama) dari lagu karya Djaga Depari ini. Medan merupakan kota yang didirikan oleh seorang putra Karo bernama Guru Patimpus Sembiring Pelawi asal Ajijahe(dataran tinggi Karo) yang didiami penduduk asli dari suku Karo, Melayu, dan Simalungun, sehingga masuk dalam walayah Taneh Karo Simalem, ataupun merupakan salah satu wilayah adat suku Karo. Berkobarnya peperangan di kota Medan menjadi rasa tanggung jawab bagi pemuda/i Karo dari wilayah-wilayah Taneh Karo lainnya untuk membantu saudara-saudaranya yang di kota Medan. Perang di Medan adalah perang bagi seluruh wilayah dan masyarakat Karo, maka sering dikatakan “dari Medan area menuju Karo area” ini menunjukkan bahwa Medan adalah salah satu benteng terdepan yang sangat penting bagi dataran tinggi Karo dan dataran tinggi Karo juga merupakan kekuatan utama dari Dusun(Karo Jahe: Deli – Serdang/Medan), atau bisa dikatakan gudang laskar Simbisa(Simbisa sebutan bagi laskat/pasukan Karo). Jika basis pertahanan Medan telah takluk maka pastilah serangan akan ditujukan ke dataran tinggi Karo, dan begitu juga sebaliknya. Karena, Medan dan dataran tinggi Karo merupakan satu jaringan kekuatan perjuangan masyarakat Karo yang terus terhubung dan tak terpisahkan. Hal ini juga tergambar dalam Perang Sunggal yang tercatat sebagai perang telama yang pernah berlangsung di nusantara, dimana saat Datuk Sunggal Karo-karo Surbakti penguasa Urung Serbanyaman berperang melawan serdadu Belanda yang dibantu oleh Sultan Deli, masyarakat Karo dari wilayah Taneh Karo lainnya khususnya dari gugung(gunung/dataran Tinggi Karo) tidak bisa berdiam diri saja, maka pasukan Simbisa Taneh Karo pimpinan Nabung Surbakti yang mendapat persenjataan dari perdagangan dengan Portugis yang dalam penuturang karo disebut bangsa Peringgi dan Turki melalui Aceh(Acih) dan senjata tradisional Karo berupa tumbak/lambing(tombak/lembing), tumbuk lada(keris khas Karo), leltep(sumpit beracun), dll berbondong-bondong turun gunung membantu pasukan Datuk Sunggal melawan penjajah.
           
Itulah sekilas gambaran totalitas masyarakat Karo dalam hal berperang dalam rangka mempertahankan harga diri dan kedaulatan Taneh Karo Simalem dan dalam perang kemerdekaan Indonesia. Berikut syair dari lagu Erkata Bedil.

Erkata bedil i kuta Medan turang la megogo
Ngataken kami maju ngelawan ari oh, turang
Tading ijenda si turang besan turang la megogo
Rajin kujuma si muat nakan ari o, turang

O, turang la megogo ( kai aku nindu turang? )
Uga sibahan arihta?
Arih-arihta tetap ersada ari o, turang

Adina lawes kena ku medan perang turang la megogo
Petetap ukur ola melantar ari o, turang
Adina ue nina pagi pengindo turang la megogo
Sampang nge pagi simalem ukur ari o, turang

Oh, turang la megogo (kai nindu ari turang?)
Uga sibaha arih-arihta?
Arih-arihta tetap ersada ari o, turang

Adina sudu tangkena lenga turang la megogo
Pasarna licin bentengna wajan ari o, turang
Adina tuhu atendu ngena turang la megogo
Tantangi cincin man tanda mata ari o, turang

[ O, turang la megogo ( kai aku nindu turang? )
Uga sibahan arihta?

Arih-arihta tetap ersada ari o turang ] 2x