Kampung Karo adalah nama
salah satu dusun di Desa Sigara-gara (Kec. Patumbak, Kab. Deliserdang). Kampung
Karo ini didirikan oleh Tala Barus dan sangkep nggeluhna. Kampung
yang oleh orang-orang Karo biasanya disebut Sigara-gara Kuta Karo ini dulunya
terisolasi karena jalannya buntu, tapi kini telah memiliki jalan tembus. Adanya
jalan tembus mencuatkan wacana untuk memberi nama jalan. Salah satu usulan
adalah Jalan Tala Barus sehubungan beliaulah orang pertama yang tinggal di
Kampung Karo. Disayangkan, wacana ini kembali meredup.
Jalan sepanjang Kampung Karo yang
dulunya buntu kini menjadi jalan alternatif penghubung antara Kecamatan
Patumbak dengan Kecamatan Tanjungmerawa. Bahkan, jalan yang dikatakan jalan
alternatif ini kini ramai karena warga dari kecamatan lain seperti Sibiru-biru,
Delitua, Namorambe, Pancurbatu, Kutalimbaru, dan Sibolangit lebih memilih
melewati jalur ini jika hendak menuju Lubukpakam (ibu kota Kabupaten Deliserdang).
Selain lebih dekat dan lebih aman, juga dapat terhindar dari kemacetan
dibandingkan bila melewati jalan-jalan di Kota Medan.
Tidak ada yang tahu pasti kapan
pertama kali Dusun IV Sigara-gara - Kampung Karo ini dihuni. Namun, dari
beberapa kesaksian penduduk asli (yang setidaknya mendiaminya sejak tahun
1960-an), para penduduk lama Kampung Karo ini adalah pemindahan dari kawasan
yang disebut oleh penduduk setempat Asahan (Sungai Asahan) yang letaknya
sekitar Medan Amplas; sekarang antara Medan Denai, Simpang Marindal, hingga
batas antara Kecamatan Patumbak dengan Kota Medan. Sekitar tahun 1950-an,
penduduk yang awalnya membuka perjuman (perladangan) di
sekitar Asahan ini ditawari oleh Raja Urung Senembah Patumbak (Barus Mergana)
untuk pindah ke lahan yang baru dengan kesepakatan konpensasi akan menerima dua
kali lipat dari lahan garapan semula. Selain itu, dijanjikan kebebasan
menggarap lahan jaluren dari Lau Sibenang (batas Desa Sigara-gara dengan Desa
Lantasan Lama) – Lau Batang Kuis(batas kecamatan Patumbak – Tanjung Merawa),
hingga jalan besar Patumbak.
Namun, dibelakang hari, banyak
timbul permasalahan antara lahan jaluren ini. Kebebasan menggarap tidak kunjung
dirasakan. Begitu juga dengan isu-isu pengambilalihan kembali lahan yang sudah
ditempati ini oleh pihak-pihak yang mengaku lebih berhak. Namun, permasalahan
ini dapat diredam dengan jalan kekeluargaan dan adat Karo. Permasalahan kembali
muncul diawali saat meletusnya Reformasi di akhir tahun 1997. Masyarakat
berbondong-bondong kembali menggarap lahan yang selama ini dikelola dan
dikuasai oleh pihak PTPN yang hingga kini belum ada solusi penyelesaiannya.
Perlu diketahui, gereja pertama
kali berdiri di Kecamatan Patumbak terletak di Dusun IV Kampung Karo ini, yakni
GBKP. Gereja ini resmi berdiri di sana tahun 1958 dan menjadi gereja pertama
yang berdiri di Kecamatan Patumbak. Selain itu, walau dikatakan dusun yang
terpencil dan buntu, namun kampung Karo ini juga tercatat sebagai penghasil
sarjana bagi Kecamatan Patumbak dari dulu hingga sekarang. Bisa dikatakan,
sarjana pertama dari Kecamatan Patumbak berasal dari dusun ini, yakni Nemer
Tarigan (mantan Sekwan DPRD Tk. II Deliserdang) dan Rupia Ginting Munte. Bersambung...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar