D. Desa Siwalu
Masyarakat tradisional Karo, juga telah mengenal (mempu membaca) arah mata angin yang dalam bahasa karonya disebut Desa Siwaluh.
Masyarakat tradisional Karo, juga telah mengenal (mempu membaca) arah mata angin yang dalam bahasa karonya disebut Desa Siwaluh.
Dalam kepercayaan masyarakat Karo (pemena) dikatakan: lahirnya (munculnya) desa si waluh (delapan arah penjuru mata angin) ini diawali dengan kelahiran desa si empat (empat arah mata angin), yang dimana cerita ini berkaitan dengan kejadian penciptaan alam semesta menurut kepercayaan masyarakat Karo (pemena).
Konon dikatakan: Dibata Simada Kuasa (Tuhan Yang Maha Esa) Sinepa Langit ras Doni (Khalik Pencipta Semesta Alam) memciptakan manusia pada awalnya dalam keadaan yang masih sangat labil, dan dikatakan juga kalau Dibata (Tuhan) memiliki tiga(3) orang anak yang dikenal berdasarkan tempat kekuasaannya(kendalinya), serta tempat tinggalnya. Yaitu: 1) Dibata Datas (Kaci-kaci) yang dilambangkan dengan page(padi): karena buahnya diatas, 2) Dibata Tengah (Banua Koling) yang dilambangkan dengan jong/jaung (jagung): jagung kita ketahui buahnya di tengah, dan 3) Dibata Teruh (Paduka Ni Aji) yang diwakili oleh lambang gadung(ubi): ubi buahnya dibawah. Sama seperti kepercayaan Hindu yang dimana mempercayai penjelmaan Dibata (Tuhan) itu dalam tiga wujut, yaitu: 1) Brahmana/pencipta alam, 2) Waisya/ pemelihara alam, serta 3) Syiwa/ perusak alam. Ketiga anak Dibata itu memiliki sifat yang sangat bertentangan, sehingga mereka sering berbeda pendapat satu dengan lainnya yang membuat Dibata kewalahan untuk mendamaikannya.
Melihat hal demikian, untuk menjaga kedamaian dan keselarasan antara tiga alam(atas, tengah, dan bawah), maka Dibata berinisiatif untuk memisahkan ketiga anakNya tersebut, dengan diciptakanNya pemisah untuk membatasi lingkup gerak ketiga anakNya tersebut. Namun, cara tersebut tidaklah berhasil, karena anakNya: Dibata Teruh (Paduka Ni Aji) berusaha untuk menghancurkan pembatas tersebut dengan menggunakan angin kaba-kaba (topan). Usaha pertamanya (Dibata Teruh) memang tidak berhasil, diulangi hingga usahanya yang ke-empat maka pemisah itu benar-benar hancur. Empat kali penghancuran dengan badai (angin topan) ini berdasarkan empat arah mata angin (desa si empat), yaitu: utara (utara), daksina(selatan), purba(timur), dan pustima(barat). Sehingga, dari kejadian itulah munculnya desa si empat (empat arah mata angin).
Usaha Dibata untuk membuat pemisah antara ketiga anakNya itu gagal! Namun, Dibata tidak lantas menghentikan usahaNya, maka Dia melakukan cara kedua dengan menidurkan ketiga anakNya tersebut selama pitu wari pitu berngi (tujuh hari tujuh malam). Selama mereka tertidur pulas, maka Dibata kembali membuat pemisah diantara ketiga anakNya tersebut, sehingga pada saat mereka terbangun dari tidurnya (pada hari kedelapan), mereka tidak dapat lagi saling melihat, karena adanya pembatas antara mereka. Melihat ini, Anak Dibata Teruh (Paduka Ni Aji) kembali berusaha menghancurkan pemisah tersebut dengan membuat angin kalingsungsung (badai topan disertai gempa dan gelombang air, sprti: tzunami) yang sangat dasyat. Usahanya yang pertama gagal, kedua, ketiga, dan seterusnya hingga kedelapan juga gagal (kedelapan arah badai itu berdasarkan desa si waluh (delapan arah mata angin)), sehingga ketiga anak Dibata tersebut benar-benar telah terpisah (sehingga antara langit (surgawi), bumi, dan dunia bawah/baka/neraka tidak lagi bersatu/terpisah). Kejadian tersebut mengakibatkan dunia bawah/bumi berguncang dengan dahsyatnya, sehingga membentuk (terjadilah) baluren (lembah-lembah), embang (jurang), deleng (gunung), dan lawit/lau (laut, sungai/perairan) di bumi.
Kini anak Dibata telah benar-benar terpisah dan tidak dapat berhubungan secara langsung, namun masih dapat berkomunikasi melalui perantara guru(guru dalam masyarakat Karo: orang pandai, yang memiliki pengetahuan pengobatan, mystik, serta sakti mandra guna). Dan dari kejdian itulah munculnya desa si waluh (delapan arah mata angin). Adapun desa siwaluh tersebut adalah sebagai berikut:
1. Purba ( Timur )
2. Anguni ( Tenggara)
3. Daksina (Selatan)
4. Nariti ( Barat Daya )
5. Pustima ( Barat )
6. Mangabia ( Barat Laut )
7. Utara ( Utara )
8. Irisen ( Timur Laut )
II. Penutup
Itulah tadi sedikit uraian tenatang Katika serta fungsi dan penerapannya dalam kehidupan masyarakat tradisional Karo. Semoga dapat menambah sumber informasi serta bermanfaat bagi yang membacanya. Bujur ras Mejuah-juah Kita kerina.
Selesai.
Lihat semua halaman sebelumnya yang terkait.
Katika Bag. I : Pengantar.
Katika Bag. I : Pengantar.
Katika Bag II : Namis Silima.
Katika Bag III : Wari Sitelupuluh.
Katika Bag IV : Paka Sepuluh-dua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar